0711-414662
smkmuh01plg@gmail.com
Jl Jendral Sudirman,Balayudha Palembang, Sumatera Selatan
blog-img
22/07/2024

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3 COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

admin | Pendidikan

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3 COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

Oleh : M. Adlan Rasyidi, S.Pd.

Kesimpulan 

Coaching adalah kegiatan memberdayakan mutlak diperlukan agar pengembangan diri coachee dapat berjalan secara berkelanjutan dan terarah. Menurut ICF, coaching adalah bentuk kemitraan antara coach dan klien (coachee) yang dijalankan secara kreatif seperti menjalankan ide, bereksplorasi untuk memaksimalkan potensi personal dan profesional klien.

Perbedaan antara mentoring, konseling, coaching, training, dan fasilitasi adalah sebagai berikut.  

Mentoring merupakan menolong rekan menggunakan pengalaman yang kita miliki agar mendapatkan perubahan dan mengatasi kesulitan. Coaching adalah bentuk kemitraan antara coach dan coachee agar coachee dapat mengembangkan potensi personal dan profesional secara maksimal. Konseling adalah bentuk hubungan konselor dan klien untuk pertumbuhan pribadi dan penyesuaian diri serta pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, lebih kepada motivasi klien bukan pertumbuhan keterampilan klien. Training adalah proses transfer pengetahuan trainer kepada audiens. Trainer harus ahli di bidangnya. Sedangkan fasilitasi fokus pada pengembangan dan pengelolaan proses yang efektif yang membantu kelompok mencapai hasil yang mereka kehendaki. Fasilitator yang ahli kadang sama sekali tidak mengenal subjek/ isu yang menjadi pekerjaan kelompok yang difasilitasi, namun berhasil memfasilitasi kelompok mencapai tujuannya.

 

Dalam berinteraksi di sekolah sebagai coach saya memberikan pertanyaan-pertanyaan terbuka pada murid untuk menuntuk mereka memilih pilihan setelah lulus sekolah sesuai dengan minat dan potensinya. Dalam pembelajaran saya bertindak sebagai fasilitasi yanng berusaha membantu kelompok/individu mencapai tujuan pembelajarannya. Saya pun menjadi mentor dan trainer bagi rekan guru sejawat yang mengalami kesulitan menemukan strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik kelas yang diampuhnya serta saya akan menjadi konselor bagi murid yang mengalami kendala/masalah di sekolah.

 


 

Pada tabel di atas sudah dijelaskan perbedaan antara coaching, mentoring, konseling, fasilitasi dan training. Dalam kegiatan coaching, coach setara dengan coachee. Coach hanya mengantarkan, mendengarkan aktif dan melontarkan pertanyaan sementara coachee lah yang membuat keputusan sendiri. Coach membantu coachee mengembangkan potensi untuk menjadi kinerja. Coaching bergerak dari masa kini ke masa depan untuk mencapai tujuan dan pengembangan potensi untuk mencapai tujuannya.  Coach tidak harus menjadi pakar namun menguasai strategi thinking, memahami proses, berpikir kreatif, connecting the dots, corius (ingin tahu)

Dalam kegiatan mentoring, mentor memberikan langsung tips langsung bagaimana menyelesaikan suatu masalah atau mencapai sesuatu. Mentor memberitahu langsung menteenya. Mentoring dilakukan dengan jangka panjang. 

Pada kegiatan konseling, konselor bisa saja langsung memberi solusi, biasanya masalah emosi dan psikologi yang bersifat pribadi. Konseling bergerak dari masa kini ke masa lalu. Konseling melalui proses terapi dan penyembuhan. Menggunakan metode dan pendekatan yang ia yakini akan berhasil memecahkan masalah klien. 

Pada kegiatan fasilitasi, fasilitator membantu mengefektifkan kelompok tersebut. 

Sedangkan training, trainer (ahli) mengembangkan pengetahuan dan keterampilan trainee dalam jangka pendek. Trainer lebih mendominasi dalam berbicara . 

Muara akhirnya dalam mempelajari hal ini adalah kita bisa mengidentifikasi perbedaan peran coach dengan yang lain sehingga mengembangkan potensi kita sebagai guru untuk menjadi bermanfaat bagi orang lain. 

 

 

Ada tiga kompetensi inti coaching yang penting dipahami, diterapkan, dan dilatih secara terus menerus saat melakukan percakapan coaching kepada rekan sejawat di sekolah, yaitu: (1) kehadiran penuh (presence), (2) mendengarkan aktif (menyimak), dan (3) mengajukan pertanyaan berbobot.

Salah satu landasan yang dapat kita gunakan untuk mengajukan pertanyaan berbobot hasil dari mendengarkan aktif yaitu RASA yang diperkenalkan oleh Julian Treasure.

RASA merupakan akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask. Penjelasan tiap tahapannya yakni: 

  • R (Receive/Terima), yang berarti menerima/mendengarkan semua informasi yang disampaikan coachee. Perhatikan kata kunci yang diucapkan.

  • A (Appreciate/Apresiasi), yaitu memberikan apresiasi dengan merespon atau memberikan tanda bahwa kita mendengarkan coachee. Respon yang diberikan bisa dengan anggukan, dengan kontak mata atau melontarkan kata. Bentuk apresiasi akan muncul saat kita memberikan perhatian dan hadir sepenuhnya pada coachee tidak terganggu dengan situasi lain.

  • S (Summarize/Merangkum), saat coachee selesai bercerita rangkum untuk memastikan pemahaman kita sama. Perhatikan dan gunakan kata kunci yang diucapkan coachee.

  • A (Ask/Tanya), coach mengajukan pertanyaan berbobot berdasarkan apa yang didengar dan hasil merangkum (summarizing), membuat pemahaman coachee lebih dalam tentang situasinya, hasil mendengarkan yang mengandung penggalian atas kata kunci atau emosi yang sudah dikonfirmasi, dan pertanyaan terbuka: menggunakan apa, bagaimana, seberapa, kapan, siapa atau di mana dan hindari menggunakan pertanyaan tertutup: “mengapa” atau “apakah” atau “sudahkah” karena hal ini akan mengjustifikasi coachee dan membuat coachee hanya menjawab dengan jawaban iya, tidak atau sudah atau belum.

Prinsip coaching dikembangkan dari tiga kata/frasa kunci pada definisi coaching, yaitu “kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi”

 

  1. Kemitraan

Dalam coaching, posisi coach terhadap coachee-nya adalah mitra. Itu berarti setara, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah.

  1. PProses Kreatif

proses kreatif ini dilakukan melalui percakapan, yang:

  1. dua arah 

  2. memicu proses berpikir coachee

  3. memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru

3. Memaksimalkan potensi 

Untuk memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan, yang paling mungkin dilakukan dan paling besar kemungkinan berhasilnya.

Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh kita kepada rekan sejawat kita untuk bergerak maju adalah sebagai berikut:

  • Jadi apa yang akan Bapak/Ibu lakukan setelah sesi ini dari alternatif-alternatif tadi?

  • Kapan Bapak/Ibu akan melakukannya?

  • Bagaimana Bapak/Ibu memastikan ini bisa berjalan?

  • Siapa yang perlu dimintai dukungan?

Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh kita kepada rekan sejawat kita untuk meminta mereka menyimpulkan adalah sebagai berikut:

  • Apa yang bisa Bapak/Ibu simpulkan dari percakapan kita barusan?

  • Apa yang menjadi pandangan (insight) baru dari percakapan kita barusan?

  •  

Keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Terdapat 4 macam paradigma berpikir coaching, yaitu: (1) fokus pada coachee (rekan yang akan dikembangkan, (2) bersikap terbuka dan ingin tahu, (3) memiliki kesadaran diri yang kuat, dan (4) mampu melihat peluang baru dan masa depan.

 

Berdasarkan definisi prinsip coaching dikembangkan dari tiga kata/frasa kunci yaitu

1.   Kemitraan

2.   Proses kreatif,

3.   Memaksimalkan potensi.

Ada empat (4) cara berpikir ini dapat melatih guru (coach/pamong) dalam menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam setiap perjumpaan pada setiap proses komunikasi dan pembelajaran.

  1. Coach dan coachee adalah mitra belajar 

  2. Emansipatif 

  3. Kasih dan persaudaraan 

  4. Ruang perjumpaan pribadi 

Paradigma berfikir coaching adalah:

a.   Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan

b.   Bersikap terbuka dan ingin tahu

c.   Memiliki kesadaran diri yang kuat

d.   Mampu melihat peluang baru dan masa depan

 

Berdasarkan prinsip dan paradigma berpikir di atas, coaching adalah sangat bisa digunakan dalam proses supervisi. Tujuannya agar supervisi tidak lagi di isi dengan semangat mengevaluasi, namun semangat yang lebih mewarnai dalam proses supervisi yaitu semangat yang memberdayakan.

 Supervisi akademik sebagai proses berkelanjutan yang memberdayakan. Seorang supervisor memahami makna dari tujuan pelaksanaan supervisi akademik di sekolah (Sergiovanni, dalam Depdiknas, 2007):

  1. Pertumbuhan: setiap individu melihat supervisi sebagai bagian dari daur belajar bagi pengembangan performa sebagai seorang guru,

  2. Perkembangan: supervisi mendorong individu dalam mengidentifikasi dan merencanakan area pengembangan diri,

  3. Pengawasan: sarana dalam monitoring pencapaian tujuan pembelajaran.

Beberapa prinsip-prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi:

  1. Kemitraan: proses kolaboratif antara supervisor dan guru

  2. Konstruktif: bertujuan mengembangkan kompetensi individu

  3. Terencana

  4. Reflektif

  5. Objektif: data/informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati

  6. Berkesinambungan

  7. Komprehensif: mencakup tujuan dari proses supervisi akademik

Sebuah kegiatan supervisi klinis bercirikan:

  1. Interaksi yang bersifat kemitraan

  2. Sasaran supervisi berpusat pada strategi pembelajaran atau aspek pengajaran yang hendak dikembangkan oleh guru dan  disepakati bersama antara guru dan supervisor

  3. Siklus supervisi klinis: pra-observasi, observasi kelas, dan pasca-observasi

  4. Instrumen observasi disesuaikan dengan kebutuhan

  5. Objektivitas dalam data observasi, analisis dan umpan balik

  6. Analisis dan interpretasi data observasi dilakukan bersama-sama melalui percakapan guru dan supervisor

  7. Menghasilkan rencana perbaikan pengembangan diri

  8. Merupakan kegiatan yang berkelanjutan

Siklus dalam supervisi klinis pada umumnya meliputi 3 tahap yakni

Pra-observasi, Observasi dan Pasca-observasi.

 

Setelah saya mempelajari modul 2.3 ini, saya merasa senang dan menjadi ingin tahu lebih banyak lagi. Hal ini karena banyak hal baru yang sebelumnya tidak saya ketahui. Maka, saya mencoba untuk mengikuti alur yang ada dalam LMS. Seperti di modul sebelumnya saya merasa ketika saya mengikuti alur dalam LMS dengan baik maka saya akan lebih mudah dalam memahami materi yang dibahas. Hasilnya sekarang saya sudah memahami materi coaching untuk supervisi akademik, bagaimana melakukan coaching dengan alur TIRTA. Sebagai coach kita tidak boleh menberi solusi bahkan isyarat kepada coachee menengenai solusi dari permasalahan yang terjadi namun dengan mengajukan pertanyaan berbobot (terbuka) yang memantik coachee untuk berpikir menemukan potensi yang ada pada dirinya. Kegiatan coaching perlu terus kita latih. Tidak harus dalam situasi formal bahkan dalam keseharian aktivitas di sekolah pun bisa dilakukan. Semakin kita banyak berlatih maka akan semakin terasah kemampuan coaching kita. .

Sebagai coach, kita tidak boleh mendominasi pembicaraan. Biarkan coachee dengan sendirinya mengeksplor kemampuan diri. Mereka hanya memerlukan waktu yang agak sedikit lebih lama berpikir untuk menemukan kekuatan dirinya menjadi sebuah kinerja yang membanggakan. Kegiatan coaching juga bisa dilakukan lebih dari satu orang coachee dengan permasalahannya dan hal ini sering dilakukan dalam kegiatan coach professional. Namun untuk CGP sendiri baru hendak belajar, itulah kenapa dalam aksi nyata hanya satu orang rekan guru lain yang akan jadi coach dan diamati oleh CGP sebagai supervisor.

  • Bagaimana peran Anda sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di paket modul 2 yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi?

Kesimpulan dan refleksi mengenai coaching untuk supervisi akademik membawa kita pada pemahaman penting akan peran coach dalam mendukung pembelajaran berdiferensiasi dan pengembangan sosial serta emosional di lingkungan sekolah. Sebagai seorang coach di sekolah, peran saya sangat terkait dengan materi sebelumnya tentang pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosional (SEL). Coaching dalam konteks ini mengacu pada proses mendukung guru untuk mengembangkan keterampilan dan strategi yang memungkinkan mereka memenuhi kebutuhan beragam siswa secara efektif, termasuk siswa dengan kebutuhan khusus dan tingkat kesiapan yang berbeda. Dengan menggunakan pendekatan coaching, saya dapat membantu guru dalam merancang dan menerapkan pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar serta kebutuhan sosial dan emosional masing-masing siswa. Ini sejalan dengan konsep bahwa pendekatan pembelajaran yang beragam tidak hanya menargetkan akademik tetapi juga aspek-aspek pengembangan pribadi yang krusial bagi perkembangan holistik siswa.

  • Bagaimana keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin  pembelajaran?

Jika keterampilan coaching sudah meningkat maka pengembangan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran akan meningkat pula. Percakapan-percakapan coaching membantu para guru berpikir lebih dalam (metakognisi) dalam menggali potensi yang ada dalam diri dan komunitas sekolahnya sekaligus menghadirkan motivasi internal sebagai individu pembelajar yang berkelanjutan yang akan diwujudnyatakan dalam buah pikir dan aksi nyata demi tercapainya kualitas pembelajaran yang berpihak pada murid.

Keterampilan coaching sangat terkait dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Sebagai seorang coach, saya harus memiliki kemampuan untuk mendengarkan secara empatik, bertanya dengan bijaksana, memberikan umpan balik yang konstruktif, dan membangun hubungan yang dipenuhi kepercayaan dengan para guru. Hal ini tidak hanya memperkuat praktik pengajaran mereka, tetapi juga membantu mereka tumbuh sebagai pemimpin dalam konteks pembelajaran. Dengan mendorong refleksi mandiri dan kolaborasi, coaching membantu guru untuk terus meningkatkan praktik mereka, memimpin perubahan dalam kurikulum, dan mendukung kebutuhan belajar yang berkelanjutan di sekolah.

Secara keseluruhan, coaching untuk supervisi akademik bukan hanya tentang meningkatkan kinerja individu tetapi juga tentang membangun kapasitas kolektif dalam institusi pendidikan. Dengan menggunakan pendekatan coaching yang efektif, kita dapat menciptakan lingkungan yang inklusif, mendukung perkembangan pribadi serta profesionalisme guru, dan memastikan bahwa setiap siswa menerima pendidikan yang berarti dan berdampak positif bagi masa depan mereka.

 

Bagikan Ke:

Populer